Wednesday, November 29, 2006

Sajak: Kurang Ajar

Kurang Ajar
Sebuah perkataan yang paling ditakuti
Untuk bangsa kita yang pemalu.

Sekarang kata ini kuajarkan pada anakku;
Kau harus menjadi manusia kurang ajar
Untuk tidak mewarisi malu ayahmu.

Lihat petani-petani yang kurang ajar
Memiliki tanah dengan caranya
Sebelumnya mereka tak punya apa
Kerana ajaran malu dari bangsanya.

Suatu bangsa tidak menjadi besar
Tanpa memiliki sifat kurang ajar.

Nukilan,
Usman Awang

Sajak; Gadis Kecil

Tubuh itu mengingatkan daku
sebatang pinang di desa sepi
kurus dan tinggi
ketika ribut besar
pohon sekitarnya rebah terkapar
dan pohon pinang tegak menanti
sinar mentari pagi

Demikianlah gadi kecil itu
kurus seperti sebatang pinang
bertahun berulang-alik melalui
penjara kawat duri menemui
ayahnya yang bertahun pula sendiri
menentang tiap penderitaan
tabah dan beriman.

Gadis kecil itu mengagumkan daku
tenang dan senyuman yang agung
dengan sopan menolak pemberianku
'saya tak perlu wang, pak cik,
cukuplah kertas dan buku.'

Usianya terlalu muda
Jiwanya didewasakan oleh pengalaman
tidak semua orang mencapai kekuatan demikian
ketabahan yang unik, mempesonakan.

Bila aku menyatakan simpati dan dukaku
rasa pilu terhadapnya
sekali lagi dia tersenyum dan berkata:
'jangan sedih, pak cik, tabahkan hati
banyak anak-anak seperti saya di dunia ini.'

Aku jadi terpaku
dia, si gadis kecil itu menenteramkan
mengawal ombak emosiku
jangan sedih melihat derita pahitnya.

Alangkah malunya hati seorang lelaki dewasa
yang mahu membela manusia derita terpenjara
menerima nasihat supaya tabah dan berani,
dari anak penghuni penjara sendiri?
Sepuluh anak seperti dia
akan menghapuskan erti seribu penjara.

Nukilan,
Usman Awang

Sajak Jiwa Hamba

Termenung seketika sunyi sejenak,
Kosong di jiwa tiada penghuni,
Hidup terasa diperbudak-budak,
Hanya suara melambung tinggi.

Berpusing roda beralihlah masa,
Pelbagai neka hidup di bumi,
Selagi hidup berjiwa hamba,
Pasti tetap terjajah abadi.

Kalau hidup ingin merdeka,
Tiada tercapai hanya berkata,
Ke muka sekata,
maju kita,
Melemparkan jauh jiwa hamba.

Ingatkan kembali kata sakti,
Dari bahang kesedaran berapi,
'di atas robohan Kota Melaka,
Kita dirikan jiwa merdeka'.

Usman Awang 1949

Sajak: Korban Tanah Air

Biar dia telah pergi
Atau gugur ke persada ibu
Yang...takkan kembali
Meninggalkan bakti dan jasa

Dia hanya seorang mata-mata
Atau perajurit yang berbakti
Meninggal bingkisan jasa
Pada bangsa dan ibu pertiwi

Dia gugur di medan perjuangan
Di tengah-tengah hutan belantara
Atas kuburnya ditabur kembangan
Disiram dgn air mata

Kekasih yang menuggu dia
Putus cinta...bisikan jiwa

Usman Awang 1984

Sajak: Bunga popi

Bunga Popi
Dari darah, dari nanah yang punah di tanah,
rangka manusia kehilangan nyawa disambar senjata,
hasil manusia gila perang membunuh mesra,
bunga merah berkembang indah minta disembah.

Yang hidup tinggal sisa nyawa,
penuh derita,kering, bongkok, cacat, tempang dan buta,
perang dalam kenangan penuh kengerian,
sekarang dalam kepahitan,dalam kesepian.

Yang lain kehilangan anak,
suami dan kekasih,
hilang pergantungan,
hilang pencarian,
hidup kebuluran,
ribuan janda,
ribuan kcewa,
ribuan sengsara,
jutaan anak-anak yatim hidup meminta-minta.

Manusia gila perang telah membunuh segala mesra!
perang berlangsung mencari untung tanah jajahan!
perang berlangsung membunuh anak dalam buaian!
perang berlangsung menghantar lebur nilai kebudayaan!
Bunga popi bunga mayat perajurit bergelimpangan,
bunga darah merah menyimbah,penuh kengerian,
kami benci pada perang penuh pembunuhan!
kami rindu pada damai sepanjang zaman!

Nukilan,
Usman Awang
1955

Sajak: Jentayu Yang Luka

JENTAYU YANG LUKA

Tiba-tiba dia bangkit
Dengan kelembutan yang tetap sopan
Berdiri di barisan paling hadapan
Sebagai pahlawan keadilan

Lama dulu wajahnya tersembunyi
Di belakang pemimpin berani sang suami
Mengintip dengan mata kecilnya
Segala tingkah dan senyuman pura-pura
Si pengampu yang bermuka dua
Si penyembah yang berjiwa hamba
Si pengemis segenggam laba

Dia adalah jentayu yang luka
Terbang mengepak menyonsong gumpalan awan
Mencakar menjeritkan kebebasan dan keadilan
Mencabar dunia yang semakin kejam.

Nukilan,
Usman Awang..

Sajak: Melayu

MELAYU

Melayu itu orang yang bijaksana
Nakalnya bersulam jenaka
Budi bahasanya tidak terkira
Kurang ajarnya tetap santun
Jika menipu pun masih bersopan
Bila mengampu bijak beralas tangan.

Melayu itu berani jika bersalah
Kecut takut kerana benar
Janji simpan di perut
Selalu pecah di mulut
Biar mati adat
Jangan mati anak.

Melayu di tanah Semenanjung luas maknanya:
Jawa itu Melayu,
Bugis itu Melayu
Banjar juga disebut Melayu,
Minangkabau memang Melayu,
Keturunan Acheh adalah Melayu,
Jakun dan Sakai asli Melayu,
Arab dan Pakistani, semua Melayu
Mamak dan Malbari serap ke Melayu
Malah mua'alaf bertakrif Melayu

Dalam sejarahnya Melayu itu pengembara lautan
Melorongkan jalur sejarah zaman
Begitu luas daerah sempadan
Sayangnya kini segala kehilangan

Melayu itu kaya falsafahnya
Kias kata bidal pusaka
Akar budi bersulamkan daya
Gedung akal laut bicara

Malangnya Melayu itu kuat bersorak
Terlalu ghairah pesta temasya
Sedangkan kampung telah tergadai
Sawah sejalur tinggal sejengkal
tanah sebidang mudah terjual

Meski telah memiliki telaga
Tangan masih memegang tali
Sedang orang mencapai timba.
Berbuahlah pisang tiga kali
Melayu itu masih bermimpi
Walaupun sudah mengenal universiti
Masih berdagang di rumah sendiri.

Berkelahi cara Melayu
Menikam dengan pantun
Menyanggah dengan senyum
Marahnya dengan diam
Merendah bukan menyembah
Meninggi bukan melonjak.

Watak Melayu menolak permusuhan
Setia dan sabar tiada sempadan
Tapi jika marah tak nampak telinga
Musuh dicari ke lubang cacing
Tak dapat tanduk telinga dijinjing
Maruah dan agama dihina jangan
Hebat amuknya tak kenal lawan.

Berdamai cara Melayu indah sekali
Silaturrahim hati yang murni
Maaf diungkap senantiasa bersahut
Tangan dihulur sentiasa bersambut
Luka pun tidak lagi berparut.

Baiknya hati Melayu itu tak terbandingkan
Selagi yang ada sanggup diberikan
Sehingga tercipta sebuah kiasan:
"Dagang lalu nasi ditanakkan
Suami pulang lapar tak makan
Kera di hutan disusu-susukan
Anak di pangkuan mati kebuluran.''

Bagaimanakah Melayu abad dua puluh satu
Masihkan tunduk tersipu-sipu?
Jangan takut melanggar pantang
Jika pantang menghalang kemajuan;
Jangan segan menentang larangan
Jika yakin kepada kebenaran;
Jangan malu mengucapkan keyakinan
Jika percaya kepada keadilan
Jadilah bangsa yang bijaksana
Memegang tali memegang timba
Memiliki ekonomi mencipta budaya
Menjadi tuan di negara Merdeka

Nukilan,
Usman Awang
26 NOVEMBER 1999

Sajak: Guru oh guru

BERBURU ke padang datar
Dapat rusa belang kaki
Berguru kepala ajar
Ibarat bunga kembang tak jadi
(dedikasi kepada Hari Guru dan guruku tercinta)

Dialah pemberi paling setia
Tiap akar ilmu miliknya
Pelita dan lampu segala
Untuk manusia sebelum jadi dewasa.
Dialah ibu dialah bapa juga sahabat
Alur kesetiaan mengalirkan nasihat
Pemimpin yang ditauliahkan segala umat
Seribu tahun katanya menjadi hikmat.

Jika hari ini seorang Perdana Menteri berkuasa
Jika hari ini seorang Raja menaiki takhta
Jika hari ini seorang Presiden sebuah negara
Jika hari ini seorang ulama yang mulia
Jika hari ini seorang peguam menang bicara
Jika hari ini seorang penulis terkemuka
Jika hari ini siapa sahaja menjadi dewasa;
Sejarahnya dimulakan oleh seorang guru biasa
Dengan lembut sabarnya mengajar tulis-baca.

Di mana-mana dia berdiri di muka muridnya
Di sebuah sekolah mewah di Ibu Kota
Di bangunan tua sekolah Hulu Terengganu
Dia adalah guru mewakili seribu buku;
Semakin terpencil duduknya di ceruk desa
Semakin bererti tugasnya kepada negara.
Jadilah apa pun pada akhir kehidupanmu,
guruku
Budi yang diapungkan di dulangi ilmu
Panggilan keramat "cikgu" kekal terpahat
Menjadi kenangan ke akhir hayat.

nukilan
USMAN AWANG1979

Wednesday, November 22, 2006

Bila rasa sukar dan hilang punca..



- KEHIDUPAN-
kesenangan yang datang tak akan selamanya
begitula selepas susah ada kesenanagan
seperti selepas malam datangnya siang
oleh itu waktu senang jangan lupa daratan

gunakan kesempatan untuk kebaikkan
sebelum segalanya terlepas dari genggaman
kelak menyesal nanti tak berkesudahan
apa gunanya sesalan hanya menekan jiwa

jangan difikir derita akan berpanjangan
kelak akan membawa putus asa pada Tuhan
ingatlah biasanya kabus tak berpanjangan
setelah kabus berlalu pasti cerah kembali

ujian adalah tarbiyah dari ALLAH
apakah kita kan sabar ataupun sebaliknya
kesenangan yang datang selepas kesusahan
semuanya adalah nikmat dari Tuhan
gunakan kesempatan untuk kebaikkan
sebelum segalanya terlepas dari genggaman
Bait kata dalam lagu nie sungguh bermakna buat diriku kerana ia berupaya mendidik jiwa ini supaya banyak bersabar bila ditimpa kesukaran dan dugaan. Aku akan ingat bait lirik ini untuk memujuk hati supaya tidak tergelincir... ingat juga janji-janji Allah dalam Al-Quran.
Dan Kami benar-benar akan membalas mereka yang bersabar dengan balasan yang lebih baik daripada apa yang mereka telah lakukan.” (An Nahl: 96)
Rasulullah juga bersabda:
Tidak ada satupun pemberian kepada seseorang yang lebih baik daripada sabar.” ( HR. Muslim).
Bercakap mengenai kesenangan dan kesudahan dalam kehidupan, ia adalah lumrah. Namun bagaimana caranya kita berhadapan dengan kesenangan dan kesusahan itu yang menentukan letak duduk diri kita. Suka kiranya aku menutup bicara tinta ini dengan memetik pernyataan dari aktikel seorang sahabat...
......Abdurrahman As Sa’di mengatakan di dalam tafsir beliau: “Dan adapun orang yang telah diberikan taufiq oleh Allah untuk bersabar ketika ditimpa ujian lalu dia menahan dirinya untuk tidak benci terhadap ketentuan tersebut baik dengan ucapan dan perbuatan dan berharap pahala dari Allah dan dia mengetahui bahwa apa yang dia dapatkan dari pahala karena kesabaran tersebut atas musibah yang menimpanya, bahkan baginya ujian itu menjadi nikmat karena telah menjadi jalan terwujudnya sesuatu yang lebih baik, maka sungguh dia telah melaksanakan perintah Allah dan berhasil meraih ganjaran yang besar dari sisi-Nya.”
Semoga ia menjadi pengajaran untuk kita bersama...Allah hu a'lam