Pesan Abang - sudirman
Pesan Abang
Adikku muda remaja
Awasi bila melangkah
Wajahmu manis bak bunga
Pasti ramai yang tergoda
Tidak dilarang kau bersuka
Asal tahu kan batasnya
Jangan sampai adik terlupa
Harapan dan cita-cita
( korus )
Ibu dan ayah
Menaruh harapan
Agar kau berjaya
Di hari kemudian
Bila tiba waktu petang
Dari sekolah kau pulang
Bergalas buku di pinggang
Siapa lihat pasti tertawan
Adik masih bersekolah
Awas segala dugaan
Adik kan ambil ambil periksa
Agar senang masa depan
Tumpukan perhatian dengan sepenuhnya
Serahkan selainnya kepada yang Esa
Bila adik telah berjaya
Abangkan turut gembira
Tapi andai sebaliknya
Jangan kau rasa kecewa
Sekali adik terkandas
Bukan untuk selamanya
Dihati sematkan pesan
Ingat abang tetap sayang
ILMU-RAST
Ilmu,
Asas untuk kita mencapai kejayaan,
Ilmu pentingnya bagai senjata di medan perang,
Untuk menempuh cabaran di masa hadapan,
Yang menjanjikan hidup bahagia pada kita semua,
Ibu, ku bawa bingkisan kejayaan untukmu,
Ayah, akan ku balas jasa-jasamu itu,
Pasti akan kutemu juga kejayaan itu,
Walau terpaksa merantau jauh dari dirimu,
Walau sukar, kutempuh jua.
C/O
Pepatah melayu pernah berkata,
Tidak kenal maka tidaklah cinta,
Oleh itu, cintailah ilmu,
Berusaha bersungguh-sungguh,
Marilah teruskan usaha,
Untuk kejayaan bersama,
Oh ilmu,
pastinya kutuntutmu hingga berjaya.
Pepatah melayu pernah berkata,
Tidak kenal maka tidaklah cinta,
Oleh itu, cintailah ilmu,
Berusaha bersungguh-sungguh,
Semoga kita beroleh,
Kejayaan yang kita impikan,
Oh Tuhan, hanyalah padamu kami berserah,
Oh Tuhan, hanyalah padamu kami berserah.
TITIAN KEJAYAAN-RAST
Mengejar kejayaan,
Mengharungi rintangan,
Dengan iringan doa restu,
Ayah serta ibu,
Ku menjejak ilmu...
Sedetik yang berlalu,
Impianku satu,
Gemilang diri, peribadi
Dengan ikrar janji,
Kata ditepati...
Kejayaan diimpikan
Usaha kita perlukan
Kejayaan, hasrat kita...
Kecemerlangan satu wawasan
Yakini diri tempuh cabaran
Bersama kita buktikan
Zaman berzaman teguh harapan
Semurni impi kita pastikan
Berjaya hingga akhirnya
...Hidup tak selalunya indah tapi yang indah itu tetap hidup dalam kenangan...
Monday, March 24, 2008
Monday, March 10, 2008
Bingkisan Terkesan dari Zain Bhikha
Can’t Take It With You
Zain Bhikha, Dawud Wharnsby Ali & Abdul Malik Ahmad
Chorus
No You Can’t Take It with You When You Go
Oh No You Can’t Take It with You When You Go
Can’t Understand Why You Keep Holding On
Just Cos You Can’t Take It With you, No You Can’t Take It with You
Yes, You Can’t Take It with You When You Go,
Oh When You Go
Verse 1
I See You Pride Yourself In Your New Car
Chatting On Your Compact Nokia
And You Love Your Expensive Clothes
But You Can’t Take It With You When You Go,
Oh When You Go
Chorus
Verse 2
No You Can’t Take Your Big Screen TV
Nor your Variety Of DVDs
No You Can’t Take You Designer Shoes
Everything You Have, You Gonna Lose
Chorus
Verse 3
Cos there’s One Thing That Matters, When You Walking Down That Street
Is the Good and Bad You Sent Forth, In Your Book of Deeds
So Make Sure That You’re Ready, To Receive It in Your Right Hand
And Take Your Place among the Righteous Of Man
Chorus
Rap
You plan to be richer,you stash to be bigger.
But man get the picture, you can’t take it with ya.
Your cell phones, head phones, flat screens, ring tones,
Big homes, gemstones, power from big loans, collections of new shoes,
Connections of Bluetooth, vacations where you cruise the young ones go OOH!
You go shop for robots or gold watch or what not.
Your CDs of hip hop, your lap tops. Just STOP! & let go.
When you die say bye-bye. What is best is inside.
Fill the scale up with deeds so you best when you part,
Put the wealth in your hand; take it out of your heart.
Give thanks for the wealth that your Lord will bestow.
But no! That you can’t take it with you when you go.
Lay Down Your Head
( Zain Bhikha, Fakazi Ngwekazi (Nhlanhla),
Linda Gcwensa & Mfana Nxumalo)
Chorus
Lay down your head
And go to sleep
May you dream
Of gardens sweet
Close your eyes
And dream away
Of Allah’s gifts
To you this day
The sun that rose upon your head
As you lay within your bed
Green grass, blue skies and waters deep
Of this and more, dream in your sleep.
Chorus
The earth and all that it contains
With Allah’s blessing, He sustains
Remember this, my dear, in sleep
That Allah’s pleasure we must seek.
Chorus
Allah created all you see
The mountains, birds and humming bees
To Him we will return one day
So turn to Him again and pray.
Chorus
And as you drift off to sleep
In my heart your love I’ll keep
You are so special my dear.
Cause Allah brings our hearts so near.
Friday, March 07, 2008
Nostalgia Di Hujung Senja
Hatiku terpanggil untuk berkogsi bicara tinta ini bersama teman-teman, kiriman dari seorang teman....
*NOSTALGIA DI HUJUNG SENJA
Kutatap, kujabat, kudakap erat
Tubuh-tubuh berbalut kulit mengeriput
Memutih dari rambut ke janggut
Dapat kurasakan hangatnya setiakawan
Tiga dekad sepakat setekad
Bersama terhumban di padang karang
Tersadai diamuk badai
Ku tatap wajah-wajah teman lama
Ketika mata pudar berkisar mengitar dari meja ke meja
Terasa ada yang tiada
Kutanyakan khabar rakan-rakan seangkatan yang tak kelihatan
Si Suto dan Si Noyo, Si Awang dan Si Ujang
Si Dali dan Si Mamat
Katanya
Si Suto hilang tak tahu rimbanya
Si Noyo ghaib entah di mana nisannya
Si Awang sibuk mendulang wang
Mahu jadi jutawan gedongan
Pemilik dagangan bergudang-gudang
Si Mamat tak sempat
Terlalu penat kerja kuat, mahu jadi Yang Berhormat
Sudah empat kali lompat
Belum juga dapat
Mana Si Ujang
Yang dulu memencak-mencak membela keadilan?
Katanya: Si Ujang tak dapat datang
Kini dia berada di seberang
Jalan-jalan cari makan
Bagaimana dengan Si Embong?
Katanya, dia masih berkabung
Menangisi isterinya, Dewi Demokrati
Yang baru mati
Dibelasah hantu pangkah
Apa khabar Si Fatah?
Alhamdulillah, dia tidak berubah
Masih betah berusrah
Pejam dalam al-Fatihah
Celik kembali dengan waasri
Mana Si Dali
Orang kuat yang dulu mendapat pingat
Wira Sakti, Panglima Besi
Katanya, Si Dali uzur lagi
Kencing manis, darah tinggi
Saban minggu ke KBMC
Mana Si Wira?
Aku rindu bicaranya yang selalu menggetar jiwa
Katanya: setelah bersengketa dengan Mamak Bendahara
Si Wira pergi bertapa
di Gua Panjaraga
berguru di Hulu Sungai Bambu
Nanti Wira kan kembali
Dan pasti lebih sakti lagi ..
II
Detik-detik nostalgik
Memecah tawa-tangis printis
Yang lama membeku terbuku
Dalam kelu lidah sejarah
Kutatap wajah-wajah layu
Teman-teman lamaku: mahaguru dan KSU
Pembesar bergelar, figure tersohor
Ingin rasanya aku bertanya
Masihkah kau ingat asal-usulmu?
Anak kampung paling hulu
Merangkak ke gedung ilmu bernama M.U
Diiringi doa orang tua yang bangga
Dibebani harapan warga desa yang sengsara
Mahasiswa pemimpin hari muka
Cendekia dalam pustaka pujangga
Dewasa dalam gelora demo di jalan raya
Akdemia, semangat agama merbah anak desa
Menjadi elemen yang sedar dari masyarakat
Jurubicara umat, penyuara aspirasi rakyat
Kau bangkit bersama mahasiswa menggugat
Pengkhianat dan penjilat
Masih terasa perihnya prasangka, pedihnya telinga
Dituduh penderhaka
Anak muda tak kenang jasa
Mempersenda Bapak Merdeka
Peduli apa kata derhaka yang sudah lama hilang bisa
Sejak ternodanya makna
Menjadi senjata penguasa menindas jelata
Membangkang bukan menanggang
Mendebat bukan menjebat
Ingin rasanya kupinjam suara raksasa
Mendeklarasi derhaka versi kita
Derhaka kita jihad mulia
Dari setia menjadi hamba, biar derhaka demi merdeka
Dari setia seperti Haman, biar derhaka sebagai Musa
Kutatap wajah-wajah istiqamah
Tak tergoyah dek duit berkampit
Tak patah dek kenyit dan gamit si genit
Meski di sini banyak dera dan deritanya
Kita tetap setia
Warga bertaqwa bahagia di bumi derita
Tetapi mewah dengan barakah, meriah dengan ukhuwwah
Dari pita nostalgia memori pagi
Kini kita tiba di senja penuh hiba
Ketika ufuk senja memerah
Tanda mendekatnya saat berpisah
Aku resah dalam gelabah muhasabah
Setitik jasa, selaut dosa
Seakan kulihat malaikat mencatat
Kalimat-kalimat sinis menghiris
Dasar si dungu tak tahu malu
Modal amal sekepal, mengharap untung segunung
Usia senja, menjadi pesara
Bukan masa lega merdeka
Puas melepas, menghempas tugas yang digalas
Ia adalah masa cedera yang cemas
Sisa-sisa nafas di simpangan arah
Husnul-khatimah-suul-khatimah
Hari kita semakin senja
Segudang agenda tak terlaksana
Mengharap pewaris setia
Penerus cita-cita, penebus kecewa
Tapi, di mana mereka?
Ya Tuhan,
Dengarkan pinta hamba di hujung senja
Seperti dullu Kau perkenan doa Zakariya
Pengabdi tua meminta putera
Lalu Kau kurniakan Yahya
Sayyida, hasura, nabiyya
Ya Tuhan,
Berkenan kiranya mencurah kurnia
Seribu Yahya, sepetah Harun, segagah Musa
Menyanggah bedebah media pendusta
Mendaulat agama, memperkasa bangsa
Ibn Fadzil
DAR AL_HIKMAH 16042004
* Sajak ini telah dibacakan di Malam Kenangan Seperjuangan di Hotel Equatorial Resort, Bangi.
*NOSTALGIA DI HUJUNG SENJA
Kutatap, kujabat, kudakap erat
Tubuh-tubuh berbalut kulit mengeriput
Memutih dari rambut ke janggut
Dapat kurasakan hangatnya setiakawan
Tiga dekad sepakat setekad
Bersama terhumban di padang karang
Tersadai diamuk badai
Ku tatap wajah-wajah teman lama
Ketika mata pudar berkisar mengitar dari meja ke meja
Terasa ada yang tiada
Kutanyakan khabar rakan-rakan seangkatan yang tak kelihatan
Si Suto dan Si Noyo, Si Awang dan Si Ujang
Si Dali dan Si Mamat
Katanya
Si Suto hilang tak tahu rimbanya
Si Noyo ghaib entah di mana nisannya
Si Awang sibuk mendulang wang
Mahu jadi jutawan gedongan
Pemilik dagangan bergudang-gudang
Si Mamat tak sempat
Terlalu penat kerja kuat, mahu jadi Yang Berhormat
Sudah empat kali lompat
Belum juga dapat
Mana Si Ujang
Yang dulu memencak-mencak membela keadilan?
Katanya: Si Ujang tak dapat datang
Kini dia berada di seberang
Jalan-jalan cari makan
Bagaimana dengan Si Embong?
Katanya, dia masih berkabung
Menangisi isterinya, Dewi Demokrati
Yang baru mati
Dibelasah hantu pangkah
Apa khabar Si Fatah?
Alhamdulillah, dia tidak berubah
Masih betah berusrah
Pejam dalam al-Fatihah
Celik kembali dengan waasri
Mana Si Dali
Orang kuat yang dulu mendapat pingat
Wira Sakti, Panglima Besi
Katanya, Si Dali uzur lagi
Kencing manis, darah tinggi
Saban minggu ke KBMC
Mana Si Wira?
Aku rindu bicaranya yang selalu menggetar jiwa
Katanya: setelah bersengketa dengan Mamak Bendahara
Si Wira pergi bertapa
di Gua Panjaraga
berguru di Hulu Sungai Bambu
Nanti Wira kan kembali
Dan pasti lebih sakti lagi ..
II
Detik-detik nostalgik
Memecah tawa-tangis printis
Yang lama membeku terbuku
Dalam kelu lidah sejarah
Kutatap wajah-wajah layu
Teman-teman lamaku: mahaguru dan KSU
Pembesar bergelar, figure tersohor
Ingin rasanya aku bertanya
Masihkah kau ingat asal-usulmu?
Anak kampung paling hulu
Merangkak ke gedung ilmu bernama M.U
Diiringi doa orang tua yang bangga
Dibebani harapan warga desa yang sengsara
Mahasiswa pemimpin hari muka
Cendekia dalam pustaka pujangga
Dewasa dalam gelora demo di jalan raya
Akdemia, semangat agama merbah anak desa
Menjadi elemen yang sedar dari masyarakat
Jurubicara umat, penyuara aspirasi rakyat
Kau bangkit bersama mahasiswa menggugat
Pengkhianat dan penjilat
Masih terasa perihnya prasangka, pedihnya telinga
Dituduh penderhaka
Anak muda tak kenang jasa
Mempersenda Bapak Merdeka
Peduli apa kata derhaka yang sudah lama hilang bisa
Sejak ternodanya makna
Menjadi senjata penguasa menindas jelata
Membangkang bukan menanggang
Mendebat bukan menjebat
Ingin rasanya kupinjam suara raksasa
Mendeklarasi derhaka versi kita
Derhaka kita jihad mulia
Dari setia menjadi hamba, biar derhaka demi merdeka
Dari setia seperti Haman, biar derhaka sebagai Musa
Kutatap wajah-wajah istiqamah
Tak tergoyah dek duit berkampit
Tak patah dek kenyit dan gamit si genit
Meski di sini banyak dera dan deritanya
Kita tetap setia
Warga bertaqwa bahagia di bumi derita
Tetapi mewah dengan barakah, meriah dengan ukhuwwah
Dari pita nostalgia memori pagi
Kini kita tiba di senja penuh hiba
Ketika ufuk senja memerah
Tanda mendekatnya saat berpisah
Aku resah dalam gelabah muhasabah
Setitik jasa, selaut dosa
Seakan kulihat malaikat mencatat
Kalimat-kalimat sinis menghiris
Dasar si dungu tak tahu malu
Modal amal sekepal, mengharap untung segunung
Usia senja, menjadi pesara
Bukan masa lega merdeka
Puas melepas, menghempas tugas yang digalas
Ia adalah masa cedera yang cemas
Sisa-sisa nafas di simpangan arah
Husnul-khatimah-suul-khatimah
Hari kita semakin senja
Segudang agenda tak terlaksana
Mengharap pewaris setia
Penerus cita-cita, penebus kecewa
Tapi, di mana mereka?
Ya Tuhan,
Dengarkan pinta hamba di hujung senja
Seperti dullu Kau perkenan doa Zakariya
Pengabdi tua meminta putera
Lalu Kau kurniakan Yahya
Sayyida, hasura, nabiyya
Ya Tuhan,
Berkenan kiranya mencurah kurnia
Seribu Yahya, sepetah Harun, segagah Musa
Menyanggah bedebah media pendusta
Mendaulat agama, memperkasa bangsa
Ibn Fadzil
DAR AL_HIKMAH 16042004
* Sajak ini telah dibacakan di Malam Kenangan Seperjuangan di Hotel Equatorial Resort, Bangi.
Subscribe to:
Posts (Atom)