Friday, March 07, 2008

Nostalgia Di Hujung Senja

Hatiku terpanggil untuk berkogsi bicara tinta ini bersama teman-teman, kiriman dari seorang teman....


*NOSTALGIA DI HUJUNG SENJA


Kutatap, kujabat, kudakap erat

Tubuh-tubuh berbalut kulit mengeriput

Memutih dari rambut ke janggut

Dapat kurasakan hangatnya setiakawan

Tiga dekad sepakat setekad

Bersama terhumban di padang karang

Tersadai diamuk badai



Ku tatap wajah-wajah teman lama

Ketika mata pudar berkisar mengitar dari meja ke meja

Terasa ada yang tiada

Kutanyakan khabar rakan-rakan seangkatan yang tak kelihatan

Si Suto dan Si Noyo, Si Awang dan Si Ujang

Si Dali dan Si Mamat



Katanya

Si Suto hilang tak tahu rimbanya

Si Noyo ghaib entah di mana nisannya



Si Awang sibuk mendulang wang

Mahu jadi jutawan gedongan

Pemilik dagangan bergudang-gudang



Si Mamat tak sempat

Terlalu penat kerja kuat, mahu jadi Yang Berhormat

Sudah empat kali lompat

Belum juga dapat



Mana Si Ujang

Yang dulu memencak-mencak membela keadilan?

Katanya: Si Ujang tak dapat datang

Kini dia berada di seberang

Jalan-jalan cari makan



Bagaimana dengan Si Embong?

Katanya, dia masih berkabung

Menangisi isterinya, Dewi Demokrati

Yang baru mati

Dibelasah hantu pangkah



Apa khabar Si Fatah?

Alhamdulillah, dia tidak berubah

Masih betah berusrah

Pejam dalam al-Fatihah

Celik kembali dengan waasri



Mana Si Dali

Orang kuat yang dulu mendapat pingat

Wira Sakti, Panglima Besi

Katanya, Si Dali uzur lagi

Kencing manis, darah tinggi

Saban minggu ke KBMC



Mana Si Wira?

Aku rindu bicaranya yang selalu menggetar jiwa

Katanya: setelah bersengketa dengan Mamak Bendahara

Si Wira pergi bertapa

di Gua Panjaraga

berguru di Hulu Sungai Bambu

Nanti Wira kan kembali

Dan pasti lebih sakti lagi ..



II



Detik-detik nostalgik

Memecah tawa-tangis printis

Yang lama membeku terbuku

Dalam kelu lidah sejarah



Kutatap wajah-wajah layu

Teman-teman lamaku: mahaguru dan KSU

Pembesar bergelar, figure tersohor

Ingin rasanya aku bertanya

Masihkah kau ingat asal-usulmu?



Anak kampung paling hulu

Merangkak ke gedung ilmu bernama M.U

Diiringi doa orang tua yang bangga

Dibebani harapan warga desa yang sengsara



Mahasiswa pemimpin hari muka

Cendekia dalam pustaka pujangga

Dewasa dalam gelora demo di jalan raya

Akdemia, semangat agama merbah anak desa

Menjadi elemen yang sedar dari masyarakat

Jurubicara umat, penyuara aspirasi rakyat

Kau bangkit bersama mahasiswa menggugat

Pengkhianat dan penjilat

Masih terasa perihnya prasangka, pedihnya telinga

Dituduh penderhaka

Anak muda tak kenang jasa

Mempersenda Bapak Merdeka



Peduli apa kata derhaka yang sudah lama hilang bisa

Sejak ternodanya makna

Menjadi senjata penguasa menindas jelata



Membangkang bukan menanggang

Mendebat bukan menjebat



Ingin rasanya kupinjam suara raksasa

Mendeklarasi derhaka versi kita

Derhaka kita jihad mulia

Dari setia menjadi hamba, biar derhaka demi merdeka

Dari setia seperti Haman, biar derhaka sebagai Musa



Kutatap wajah-wajah istiqamah

Tak tergoyah dek duit berkampit

Tak patah dek kenyit dan gamit si genit



Meski di sini banyak dera dan deritanya

Kita tetap setia

Warga bertaqwa bahagia di bumi derita

Tetapi mewah dengan barakah, meriah dengan ukhuwwah



Dari pita nostalgia memori pagi

Kini kita tiba di senja penuh hiba

Ketika ufuk senja memerah

Tanda mendekatnya saat berpisah

Aku resah dalam gelabah muhasabah

Setitik jasa, selaut dosa



Seakan kulihat malaikat mencatat

Kalimat-kalimat sinis menghiris

Dasar si dungu tak tahu malu

Modal amal sekepal, mengharap untung segunung



Usia senja, menjadi pesara

Bukan masa lega merdeka

Puas melepas, menghempas tugas yang digalas

Ia adalah masa cedera yang cemas

Sisa-sisa nafas di simpangan arah

Husnul-khatimah-suul-khatimah



Hari kita semakin senja

Segudang agenda tak terlaksana

Mengharap pewaris setia

Penerus cita-cita, penebus kecewa

Tapi, di mana mereka?



Ya Tuhan,

Dengarkan pinta hamba di hujung senja

Seperti dullu Kau perkenan doa Zakariya

Pengabdi tua meminta putera

Lalu Kau kurniakan Yahya

Sayyida, hasura, nabiyya



Ya Tuhan,

Berkenan kiranya mencurah kurnia

Seribu Yahya, sepetah Harun, segagah Musa

Menyanggah bedebah media pendusta

Mendaulat agama, memperkasa bangsa



Ibn Fadzil
DAR AL_HIKMAH 16042004


* Sajak ini telah dibacakan di Malam Kenangan Seperjuangan di Hotel Equatorial Resort, Bangi.

No comments: